Di era pandemi saat ini, keadaan mental masyaratkat terkait kebahagiaan dinilai menurun seiring diberlakukannya pembatasan untuk area-area terbuka dan hiburan. Ini memaksa beberapa orang untuk tetap dirumah sambil mengerjakan rutinitas pekerjaan.
Rima Mustika, Psikolog dari Golife.id menyebutkan bahwa keadaan mental masyarakat perlu diperhatikan. Ada banyak tekanan yang menyebabkan seseorang mengalami depresi disaat diharuskan untuk tetap beraktivitas dirumah. Kebiasaan rutin yang umumnya dilakukan oleh seseorang kini telah hilang karena harus diwajibkan untuk tetap dirumah.
Virus Covid-19 Pandemi semakin meluas dan memiliki hampir semua negara di dunia. Di Indonesia, penambahan kasus meningkat dan meningkat dengan cepat. Ini tentu menimbulkan kekhawatiran sendiri tentang komunitas. Rekomendasi untuk tetap di rumah, karena penerapan kebijakan jarak fisik juga memiliki pengaruh emosional, karena tidak adanya interaksi sosial, menyebabkan kebosanan.
Semakin besar tekanan ketika pandemi akan memperburuk kesehatan mental masyarakat bahkan lebih. Baru-baru ini, Asosiasi Spesialisasi Medis Soul Indonesia (PDSKJI) melakukan survei kesehatan mental publik, melalui swaper yang dilakukan secara online. Ujian dilakukan dalam tiga masalah psikologis, yaitu kecemasan, depresi dan trauma psikologis. Akibatnya, 1.522 responden, hingga 64,3 persen orang mengalami kecemasan dan depresi karena keberadaan pandemi Covid-19, sedangkan trauma psikologis dialami oleh 80 persen dari semua responden yang membuat responden.
Gejala gangguan kesehatan mental, tentu saja, tidak selalu sama. Gejala-gejala depresi utama mereka adalah gangguan tidur, kurang percaya diri, lelah menjadi kuat dan kehilangan minat. Gejala stres, cara merasa waspada, hati-hati, menjaga. Selain itu, ada juga gejala lain seperti mati rasa, ledakan kemarahan atau iritabilitas, sulit tidur, dan memiliki masalah konsentrasi.
Layanan konseling online sangat efektif untuk memastikan masyarakat mendapatkan pertolongan terkait masalah mentalnya.